Pages

Cakap dan Adil Memimpin

Pasukan Islam baru menaklukkan Syam, Irak, Mesir, dan sekitarnya. Mereka memperoleh emas, perak, dan harta lain peninggalan penjajah Romawi dan Persia yang begitu banyaknya. Semua serdadu sudah mendapat bagiannya. Sisanya, untuk kas negara. Namun, masih ada tanah yang belum dibagi, yang begitu luas, kini wilayah beberapa negara. Bila itu juga dibagikan, maka punahlah kesempatan memakmurkan kaum Muslimin sesudah mereka. Tak ada lagi tanah tersisa. Semuanya habis dikuasai ahli waris tentara.

Khalifah Umar bin Khattab menghadapi dua kubu. Satu pihak, diisi mayoritas serdadu. Dengan beberapa sahabat Nabi yang senior, semacam Bilal dan Abdurrahman bin Auf, para serdadu berpadu. Mereka mendesak tanah seluas beberapa negara itu dibagi seperti dulu. Namun, Umar tak setuju. Khalifah condong pada pendapat beberapa sahabat Nabi lain, seperti Ali bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal, yang ingin memerhatikan kaum Muslimin masa depan seraya menautkan ukhuwah mereka dengan kaum terdahulu. Suasana panas melanda semua kubu. Meski begitu, Umar tak menonjolkan wewenangnya, apalagi sampai tidak peduli pada satu kubu.



Khalifah memilih mengkaji lagi Alquran. Itulah sumber kebenaran. Itulah jalan keluar dari perdebatan. Firman-Nya dalam surat An-Nisaa ayat 59, ''Kemudian jika kami berbeda pendapat tentang segala sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.''

Keadilan diperoleh tiga hari kemudian. Nyaris tanpa sengaja, Umar melihat ada relasi dari ayat enam sampai sepuluh surat Al-Hasyir, yang belum pernah dikemukakan. Di ayat enam Allah menjelaskan definisi fa'i, yaitu harta rampasan tanpa darah tertumpahkan. Pada ayat tujuh Allah menjelaskan pembagian harta itu untuk kaum miskin, anak yatim, dan pihak lain yang kekurangan. Adapun hak kaum Muhajirin dan Anshar di ayat delapan dan sembilan. Akhirnya, ayat sepuluh membuat kaum Muslimin sesudah era Muhajirin dan Anshar juga mendapat bagian.

Jadi, Allah menjamin adanya kemakmuran bagi semua kaum Muslimin di semua masa. Umar pun berkeputusan tidak membagi tanah kepada pasukannya. Karena berbasis Alquran, semua pihak menyambutnya gembira. Kecakapan memimpin berjalan seiring dengan keadilan. Hanya dengan keadilan semua pihak yang berbeda sikap akan menerima. Keadilan bukanlah sama rata sama rasa, melainkan proporsional sesuai dengan ketentuan agama atau fakta. Misal, ada orang mendapat harta lebih banyak karena kemiskinan dan ketidakmampuannya.

Keadilan juga muncul jika pemimpin tidak disandera kepentingan pribadi dan golongan, apalagi membungkam pihak yang bertentangan dengannya. Dia boleh saja bersikap beda dengan banyak orang, namun hanya kepada Alquran dan Sunnah Nabi semua itu hendaknya dikembalikan.



No comments:

Post a Comment

Silahkan tuliskan komentar Anda tentang Artikel di atas.
Trimakasih sebelumnya dan Semoga bermanfaat...
amiin.. ^_^